A: "Kak, sekarang kerja dimana
sih?"
B: "Aku di Sekretariat Tim
Percepatan Kebijakan Satu Peta, Kemenko
Perekonomian. Pernah dengar kebijakan
satu peta?"
A: "Mmmm belum, itu apa dan
kerjanya ngapain ya?"
Baiklah, izinkan penulis menceritakan
sedikit apa itu kebijakan satu peta (selanjutnya akan penulis sebut dengan one map, biar kekinian) berdasarkan
perspektif penulis. Sebelumnya, tulisan ini sangat perlu koreksi karena saking
banyaknya informasi yang ada di dalam tubuh sekretariat one map, pasti penulis masih lebih banyak melewatkan banyak
informasi daripada mengetahuinya. Untuk teman-teman staf (dan mantan staf),
sepertinya kita harus bikin kolaborasi tulisan tentang one map, biar orang-orang kaya informasi yang bersumber langsung
dari pelaku-pelakunya one map, hehe.
Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy adalah kebijakan yang pernah digagas di masa pemerintahan bapak SBY yang kemudian dilanjutkan oleh Pemerintahan Bapak Joko Widodo dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dengan tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Kebijakan satu peta adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal. Dengan adanya kata percepatan, one map policy dilengkapi dengan rencana aksi yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perpresnya sendiri.
Apakah paragraf diatas menurut anda informatif?
Mudah-mudahan anda menganggap belum cukup informatif sehingga anda menggali
lebih banyak lagi informasi tentang one
map. Sudah banyak tulisan mengenai sejarah one map policy; teknis mengenai peta yang dimaksud dalam one map
policy; ada kritik tentang mandeg atau
tidak signifikannya progress dari one map policy; yang membandingkan one map policy dengan google maps juga ada, ataupun tulisan
yang menyajikan kegiatan dari one map
policy sendiri. Bermacam-macam tulisan tentang one map, berbekal mencari dengan mesin pencari, anda pasti akan
menemukan bermacam tulisan tentang one map,
mungkin termasuk juga tulisan ini.
Penulis sendiri merupakan mantan staf Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (selanjutnya akan penulis sebut dengan ‘sekretariat
one map’ atau hanya ‘sekretariat’ saja)
yang bergabung kurang lebih 10 bulan dan membantu di bagian analisis hukum. Jadi,
untuk tulisan ini penulis hanya ingin sedikit berbagi mengenai apa yang
sebenarnya dilakukan untuk mewujudkan one
map policy, terutama di sekretariat yang
berkedudukan di Kemenko Perekonomian. Kok di Kemenko Perekonomian? Ya karena
amanat perpresnya begitu, (hehe ilmiah sekali ya jawabannya). Jadi kurang lebih begini, peta yang akan dikompilasi, diintegrasi dan
disinkronisasi dimiliki oleh berbagai kementerian/lembaga bahkan ada yang di
pemerintah daerah, jadi harus ada satu lembaga yang menjadi wasit untuk menjaga
lancarnya kegiatan one map ini, dan ternyata menjadi koordinator itu, tidak
gampang.
Kompilasi, Integrasi...
Mungkin di tulisan lain anda akan
menemukan banyak definisi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
mengenai apa itu kompilasi, integrasi dan sinkronisasi. Tapi disini penulis
akan menguraikan sedikit mengenai apa yang sebenarnya dilakukan secara teknis. Oh
ya, untuk pendukung teknis di sekretariat, kami hanya terbagi ke beberapa tim
saja, tim analisis sistem informasi geospasial, tim pengembangan wilayah, tim analisis
geografi lingkungan, tim analisis hukum, dan tim teknis administrasi. Untuk teknis
petanya sendiri dikerjakan oleh teman teman analis sistem informasi geospasial
lulusan dari jurusan kartografi/penginderaan jauh/remote sensing, dan berbagai istilah lainnya. Teman-teman ini sudah
pasti menguasai arcgis dan ditambah
dengan penguasaan berbagai teknik pemetaan.
Kompilasi. Kami di sekretariat menyebutnya
klinik, ada klinik daerah dan klinik pusat. Sejauh ini sekretariat melakukan
koordinasi dan verifikasi langsung di daerah tepatnya di setiap ibukota
provinsi. Tahun 2016 di seluruh Kalimantan, tahun 2017 di Sumatera, Sulawesi,
dan Bali Nusa Tenggara, sisanya semoga selesai di tahun 2018 yaitu Jawa, Maluku
dan Papua.
Enak dong
ya, jalan-jalan. Iya enak, apalagi bagi staf yang memang punya target untuk ke
suatu tempat dan ternyata dia ditugaskan kesana. Tapi dibalik kata jalan-jalan
itu, sesungguhnya yang lebih banyak terjadi adalah aktivitas dari
bandara-penginapan-kantor salah satu OPD-penginapan-bandara. Disana ngapain? Disana OPD
Provinsi/Kabupaten/Kota terkait yang memiliki data mengenai peta yang terdapat
pada renaksi perpres one map diundang untuk mengumpulkan/menyetorkan data peta
beserta dokumen legalisasinya kepada pihak sekretariat. Apa data-data yang
dibutuhkan langsung terkompilasi dengan baik? Tentu tidak segampang itu, karena
faktanya, sumber daya manusia yang ditempatkan di OPD yang bertanggung jawab
atas ketersediaan peta masih sangat perlu ditingkatkan kualitasnya, format peta
yang dimiliki masih belum sesuai standar, OPD yang tidak hadir, dan berbagai
tantangan lainnya di daerah. Di klinik pusat pun tentunya tantangannya berbeda,
meski dengan sumber daya manusia yang mumpuni, faktor ketidakhadiran,
keterbatasan fasilitas penunjang dan ketersediaan peta yang belum lengkap juga
masih menjadi tantangan tersendiri.
Setelah dari proses kompilasi itu, ada
kegiatan integrasi. Di kegiatan integrasi ini, peta-peta yang sudah dikompilasi
terutama peta yang didapat dari kegiatan di daerah, dilihat kembali, dan
diperbaiki tentunya oleh pemilik data sesuai sektornya (disebut walidata,
silahkan lihat definisinya di perpres) dan difasilitasi oleh sekretariat. Apa yang
diperbaiki? saya sebagai staf penggembira dari kegiatan integrasi ini juga
sempat diberi tahu beberapa error yang
bisa terjadi, misalnya ada dot bandara yang di petanya terletak di laut padahal
pada kondisi eksistingnya ada di darat, ada batas administrasi yang tidak nyambung atau garisnya kelebihan, dan
pasti masih banyak kasus error lainnya.
Untuk kegiatan satu ini, dilaksanakan di pusat, karena melibatkan sekretariat
dan walidata yang berkedudukan di pusat. Kegiatan integrasi pun dilakukan tidak
hanya sekali. Karena banyaknya error tadi, walidata bisa berkali-kali diundang untuk
melakukan perbaikan data peta.
... dan Sinkronisasi
... dan Sinkronisasi
Hingga saat ini, yang masih terus
berjalan adalah dua kegiatan tersebut. Bagaimana dengan sinkronisasi? Secara singkat,
sinkronisasi adalah tindak lanjut dari kegiatan integrasi yang salah satu
kegiatan didalamnya adalah melakukan tumpang tindih peta dan mengidentifikasi apakah
tumpang tindih tersebut memerlukan penyelesaian permasalahan lebih lanjut. Mengingat
peta tematik yang menjadi target renaksi pepres one map tidak sedikit yang
memiliki implikasi hukum (dikategorikan sebagai IGT Status).
Disinilah ruhnya dari one map, dan menurut
hemat penulis disini pulalah tantangan one map sebenarnya. Banyak sekali aspek
yang harus disiapkan dan diperhatikan untuk memulai langkah sinkronisasi,
misalnya saja dari aspek teknis tumpang tindih, idealnya keseluruhan peta tematik
yang berjumlah 85 peta sebagaimana target perpres bisa dilihat tumpang
tindihnya dalam satu kali pengerjaan, tetapi apakah software yang digunakan mampu memfasilitasi kebutuhan tersebut? Mungkin
teman-teman kartografi yang mampu menjelaskannya.
Hal lainnya yang menjadi tantangan untuk mewujudkan kegiatan sinkronisasi dalam one map, kali ini saya akan
menjelaskan sedikit dari sisi analisis hukum yang selama ini saya kerjakan
(akhirnya muncul juga peran analis hukum, hehe). Setiap peta tematik memiliki
landasan hukum yang berbeda-beda di masing-masing sektor, misal sektor
pertambangan dengan Izin Usaha Pertambangannya, aspek pertanahan dengan Izin
Lokasi atau Hak Guna Usaha/Bangunannya, aspek kehutanan dengan Kawasan Hutan
Penetapan/Penunjukannya, dan peta tematik sektoral lainnya, semua memiliki
landasan hukum berupa peraturan di berbagai tingkatan. Belum lagi dengan bukti legalisasi yang menyertai peta tematik yang memiliki implikasi
hukum yang memiliki kekuatan pembuktian tentang siapa pemilik hak, bagaimana si
pemilik hak ini mendapatkan izin secara sah walaupun ternyata tanah yang
dialasi hak bermasalah di aspek lain, surat keputusan dan peraturan kepala
daerah yang dinamis mengikuti rezim pemerintahan 5-10 tahun. Semua hal
yang saya sebutkan harus menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan
kebijakan sebagai tindak lanjut dari tumpang tindih peta ini. Jadi, dari segi analisis hukum sendiri, harus diperhatikan betul peraturan detil dari setiap sektor, setiap peta tematik, bahkan ada yang sampai peraturan mengenai detail atribut sebuah peta harus diperhatikan.
Untuk kegiatan sinkronisasi ini diperlukan mekanisme penyelesaian yang tepat, tipologi permasalahan, perhatian khusus terhadap aspek kronologi dari kepemilikan hak setiap lahan, dan masih banyak aspek lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan hasil kegiatan sinkronisasi yang mendekati ideal.
------------------------------------------------------
Aktivitas mewujudkan kebijakan satu peta masih terus bergulir. Banyak sekali pengalaman yang sudah kami-para staf sekretariat-dapatkan dan masih banyak tantangan yang harus dijawab. Di tulisan lain, penulis ingin mengulas mengenai hal-hal diluar 3 kegiatan utama yang sudah penulis sebutkan dalam tulisan ini.
Setelah bergabung dengan salah satu bagian di pemerintahan pusat yang akhir-akhir ini kinerjanya disorot publik, penulis jadi mengerti bahwa opini publik tidak bisa dibendung, tetapi bisa ditepis sedikit demi sedikit dengan kerja keras. Mungkin malah jika hanya berbentuk kritik tidak membangun, kami berpikir untuk mengabaikan sejenak. Jika berbentuk evaluasi yang membangun, maka ia akan bermula dari rapat-rapat kecil atau diskusi para staf dan sebisa mungkin dikoreksi apa yang salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar