Di beberapa momen, tinta pena ingin saja cepat merembes di atas kertas, membentuk rangkaian kalimat. Ide-ide meluncur bebas tanpa ampun. Sedetik, dua detik, tiga detik, dan detik-detik pertama, ide melesat jauh, wushhhh!. Tapi di kesempatan yang lain malah sebaliknya. Kelu, kaku, tinta pena beku, membuat diri mengumpat tanpa ampun dan mengutuk diri, mengapa bisa sekelu itu?
Lalu kemudian, ada pilihan, berpasrah kepada kedinamisan yang membingungkan ini, atau harus mencari pelumas biar tak pernah akan ada lagi kelu dan kaku, apalagi tinta yang beku. Maka, meski masih dalam sebuah kebingungan tentang pilihan itu, aku mencoba mencari jalan lain sekedar untuk membesarkan hati . Mungkin saja, di lain kesempatan, kata-kata ini akan terangkai menjadi satu tulisan utuh. Ketika ada ide yang berputar di kepala, berdesakkan menunggu terkatakan, maka saat itulah aku mulai menarikan pena.
Memang belum pernah ada akhirnya, hanya penggalan-penggalan kalimat saja, dan ini diantaranya:
Memang belum pernah ada akhirnya, hanya penggalan-penggalan kalimat saja, dan ini diantaranya:
Sukma dan Resah
Setiap sukma manusia wajar resah, maka ketika kegelisahan menghampiri, itu bukan sesuatu yang buruk. Karena semua manusia nyaris mengalaminya setiap waktu secara bergantian, antara satu insan dengan insan lain. Bedanya adalah, bagaimana menyampaikan atau menumpahkan keresahan itu, apakah dengan cara-cara yang terlalu biasa, cenderung berlebihan atau mengemasnya dengan elegan dan penuh hikmah yang bisa dipetik orang lain?
Pelangi
Tabiat manusia, suka menyukai sesuatu dalam suatu rentang waktu. dan kali imi, mungkin saja aku sedang menyukai berkisah tentang alam yang setiap hari bersapaan denganku. Kali ini aku teringat percakapanku dengan pelangi beberapa waktu yang lalu...
Singkat ia berkisah yang intinya: Bahkan pelangi tak sadar ada warnanya yang sedikit memudar, tetapi bagi arak-arakan awan, pudar itu mengganggu.
Lalu bagaimana harusnya pelangi menyikapi memudarnya warna dan warninya? Apakah itu bagian dari kedinamisan yang diterima dengan tangan terbuka?Ataukah sesuatu yang harus buru-buru ditepis sebelum warna-warni pelangi berubah? Kalau begitu, bila konsisten harus jadi pilihan, masih bolehkah pelangi berusaha lebih elok dengan membuat dirinya lebih berwarna? Awan yang berarak, mentari, dan hey kalian semua, pelangi butuh jawaban kalian.
*postingan ini mungkin akan bertambah seiring waktu, bertambah seiring kedinamisan lain yang membuat tangan ini menarikan pena, bertambah seiring dengan ide yang berdesakkan, dan seiring penggalan-penggalan kalimat yang mengantri untuk jadi sebuah tulisan utuh