Senin, 15 Januari 2018

One Map Policy, sebuah kerja keras yang sedang bergulir (Bagian I)


A: "Kak, sekarang kerja dimana sih?"
B: "Aku di Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta, Kemenko   
       Perekonomian. Pernah dengar kebijakan satu peta?"
A: "Mmmm belum, itu apa dan kerjanya ngapain ya?"

Baiklah, izinkan penulis menceritakan sedikit apa itu kebijakan satu peta (selanjutnya akan penulis sebut dengan one map, biar kekinian) berdasarkan perspektif penulis. Sebelumnya, tulisan ini sangat perlu koreksi karena saking banyaknya informasi yang ada di dalam tubuh sekretariat one map, pasti penulis masih lebih banyak melewatkan banyak informasi daripada mengetahuinya. Untuk teman-teman staf (dan mantan staf), sepertinya kita harus bikin kolaborasi tulisan tentang one map, biar orang-orang kaya informasi yang bersumber langsung dari pelaku-pelakunya one map, hehe.

Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy adalah kebijakan yang pernah digagas di masa pemerintahan bapak SBY yang kemudian dilanjutkan oleh Pemerintahan Bapak Joko Widodo dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dengan tingkat ketelitian peta skala 1:50.000. Kebijakan satu peta adalah arahan strategis dalam terpenuhinya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal. Dengan adanya kata percepatan, one map policy dilengkapi dengan rencana aksi yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perpresnya sendiri.

Apakah paragraf diatas menurut anda informatif? Mudah-mudahan anda menganggap belum cukup informatif sehingga anda menggali lebih banyak lagi informasi tentang one map. Sudah banyak tulisan mengenai sejarah one map policy; teknis mengenai peta yang dimaksud dalam one map policy; ada kritik tentang mandeg atau tidak signifikannya progress dari one map policy; yang membandingkan one map policy dengan google maps juga ada, ataupun tulisan yang menyajikan kegiatan dari one map policy sendiri. Bermacam-macam tulisan tentang one map, berbekal mencari dengan mesin pencari, anda pasti akan menemukan bermacam tulisan tentang one map, mungkin termasuk juga tulisan ini.

Penulis sendiri merupakan mantan staf Sekretariat Tim Percepatan Kebijakan Satu Peta (selanjutnya akan penulis sebut dengan ‘sekretariat one map’ atau hanya ‘sekretariat’ saja) yang bergabung kurang lebih 10 bulan dan membantu di bagian analisis hukum. Jadi, untuk tulisan ini penulis hanya ingin sedikit berbagi mengenai apa yang sebenarnya dilakukan untuk mewujudkan one map policy, terutama di sekretariat yang berkedudukan di Kemenko Perekonomian. Kok di Kemenko Perekonomian? Ya karena amanat perpresnya begitu, (hehe ilmiah sekali ya jawabannya). Jadi kurang lebih begini, peta yang akan dikompilasi, diintegrasi dan disinkronisasi dimiliki oleh berbagai kementerian/lembaga bahkan ada yang di pemerintah daerah, jadi harus ada satu lembaga yang menjadi wasit untuk menjaga lancarnya kegiatan one map ini, dan ternyata menjadi koordinator itu, tidak gampang.

Kompilasi, Integrasi...
Mungkin di tulisan lain anda akan menemukan banyak definisi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai apa itu kompilasi, integrasi dan sinkronisasi. Tapi disini penulis akan menguraikan sedikit mengenai apa yang sebenarnya dilakukan secara teknis. Oh ya, untuk pendukung teknis di sekretariat, kami hanya terbagi ke beberapa tim saja, tim analisis sistem informasi geospasial, tim pengembangan wilayah, tim analisis geografi lingkungan, tim analisis hukum, dan tim teknis administrasi. Untuk teknis petanya sendiri dikerjakan oleh teman teman analis sistem informasi geospasial lulusan dari jurusan kartografi/penginderaan jauh/remote sensing, dan berbagai istilah lainnya. Teman-teman ini sudah pasti menguasai arcgis dan ditambah dengan penguasaan berbagai teknik pemetaan.

Kompilasi. Kami di sekretariat menyebutnya klinik, ada klinik daerah dan klinik pusat. Sejauh ini sekretariat melakukan koordinasi dan verifikasi langsung di daerah tepatnya di setiap ibukota provinsi. Tahun 2016 di seluruh Kalimantan, tahun 2017 di Sumatera, Sulawesi, dan Bali Nusa Tenggara, sisanya semoga selesai di tahun 2018 yaitu Jawa, Maluku dan Papua.

Enak dong ya, jalan-jalan. Iya enak, apalagi bagi staf yang memang punya target untuk ke suatu tempat dan ternyata dia ditugaskan kesana. Tapi dibalik kata jalan-jalan itu, sesungguhnya yang lebih banyak terjadi adalah aktivitas dari bandara-penginapan-kantor salah satu OPD-penginapan-bandara. Disana ngapain? Disana OPD Provinsi/Kabupaten/Kota terkait yang memiliki data mengenai peta yang terdapat pada renaksi perpres one map diundang untuk mengumpulkan/menyetorkan data peta beserta dokumen legalisasinya kepada pihak sekretariat. Apa data-data yang dibutuhkan langsung terkompilasi dengan baik? Tentu tidak segampang itu, karena faktanya, sumber daya manusia yang ditempatkan di OPD yang bertanggung jawab atas ketersediaan peta masih sangat perlu ditingkatkan kualitasnya, format peta yang dimiliki masih belum sesuai standar, OPD yang tidak hadir, dan berbagai tantangan lainnya di daerah. Di klinik pusat pun tentunya tantangannya berbeda, meski dengan sumber daya manusia yang mumpuni, faktor ketidakhadiran, keterbatasan fasilitas penunjang dan ketersediaan peta yang belum lengkap juga masih menjadi tantangan tersendiri.

Setelah dari proses kompilasi itu, ada kegiatan integrasi. Di kegiatan integrasi ini, peta-peta yang sudah dikompilasi terutama peta yang didapat dari kegiatan di daerah, dilihat kembali, dan diperbaiki tentunya oleh pemilik data sesuai sektornya (disebut walidata, silahkan lihat definisinya di perpres) dan difasilitasi oleh sekretariat. Apa yang diperbaiki? saya sebagai staf penggembira dari kegiatan integrasi ini juga sempat diberi tahu beberapa error yang bisa terjadi, misalnya ada dot bandara yang di petanya terletak di laut padahal pada kondisi eksistingnya ada di darat, ada batas administrasi yang tidak nyambung atau garisnya kelebihan, dan pasti masih banyak kasus error lainnya. Untuk kegiatan satu ini, dilaksanakan di pusat, karena melibatkan sekretariat dan walidata yang berkedudukan di pusat. Kegiatan integrasi pun dilakukan tidak hanya sekali. Karena banyaknya error tadi, walidata bisa berkali-kali diundang untuk melakukan perbaikan data peta.

... dan Sinkronisasi
Hingga saat ini, yang masih terus berjalan adalah dua kegiatan tersebut. Bagaimana dengan sinkronisasi? Secara singkat, sinkronisasi adalah tindak lanjut dari kegiatan integrasi yang salah satu kegiatan didalamnya adalah melakukan tumpang tindih peta dan mengidentifikasi apakah tumpang tindih tersebut memerlukan penyelesaian permasalahan lebih lanjut. Mengingat peta tematik yang menjadi target renaksi pepres one map tidak sedikit yang memiliki implikasi hukum (dikategorikan sebagai IGT Status).

Disinilah ruhnya dari one map, dan menurut hemat penulis disini pulalah tantangan one map sebenarnya. Banyak sekali aspek yang harus disiapkan dan diperhatikan untuk memulai langkah sinkronisasi, misalnya saja dari aspek teknis tumpang tindih, idealnya keseluruhan peta tematik yang berjumlah 85 peta sebagaimana target perpres bisa dilihat tumpang tindihnya dalam satu kali pengerjaan, tetapi apakah software yang digunakan mampu memfasilitasi kebutuhan tersebut? Mungkin teman-teman kartografi yang mampu menjelaskannya.

Hal lainnya yang menjadi tantangan untuk mewujudkan kegiatan sinkronisasi dalam one map, kali ini saya akan menjelaskan sedikit dari sisi analisis hukum yang selama ini saya kerjakan (akhirnya muncul juga peran analis hukum, hehe). Setiap peta tematik memiliki landasan hukum yang berbeda-beda di masing-masing sektor, misal sektor pertambangan dengan Izin Usaha Pertambangannya, aspek pertanahan dengan Izin Lokasi atau Hak Guna Usaha/Bangunannya, aspek kehutanan dengan Kawasan Hutan Penetapan/Penunjukannya, dan peta tematik sektoral lainnya, semua memiliki landasan hukum berupa peraturan di berbagai tingkatan. Belum lagi dengan bukti legalisasi yang menyertai peta tematik yang memiliki implikasi hukum yang memiliki kekuatan pembuktian tentang siapa pemilik hak, bagaimana si pemilik hak ini mendapatkan izin secara sah walaupun ternyata tanah yang dialasi hak bermasalah di aspek lain, surat keputusan dan peraturan kepala daerah yang dinamis mengikuti rezim pemerintahan 5-10 tahun. Semua hal yang saya sebutkan harus menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan kebijakan sebagai tindak lanjut dari tumpang tindih peta ini. Jadi, dari segi analisis hukum sendiri, harus diperhatikan betul peraturan detil dari setiap sektor, setiap peta tematik, bahkan ada yang sampai peraturan mengenai detail atribut sebuah peta harus diperhatikan. 
Untuk kegiatan sinkronisasi ini diperlukan mekanisme penyelesaian yang tepat, tipologi permasalahan, perhatian khusus terhadap aspek kronologi dari kepemilikan hak setiap lahan, dan masih banyak aspek lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan hasil kegiatan sinkronisasi yang mendekati ideal.
------------------------------------------------------
Aktivitas mewujudkan kebijakan satu peta masih terus bergulir. Banyak sekali pengalaman yang sudah kami-para staf sekretariat-dapatkan dan masih banyak tantangan yang harus dijawab. Di tulisan lain, penulis ingin mengulas mengenai hal-hal diluar 3 kegiatan utama yang sudah penulis sebutkan dalam tulisan ini.  
Setelah bergabung dengan salah satu bagian di pemerintahan pusat yang akhir-akhir ini kinerjanya disorot publik, penulis jadi mengerti bahwa opini publik tidak bisa dibendung, tetapi bisa ditepis sedikit demi sedikit dengan kerja keras. Mungkin malah jika hanya berbentuk kritik tidak membangun, kami berpikir untuk mengabaikan sejenak. Jika berbentuk evaluasi yang membangun, maka ia akan bermula dari rapat-rapat kecil atau diskusi para staf dan sebisa mungkin dikoreksi apa yang salah.

Selang 3 Tahun Lebih...



Banyak sekali yang terjadi dan dialami sejak postingan terakhir di Bulan Oktober 2014 hingga saat ini Januari 2018. Momen-momen lanjutan berorganisasi, momen menggarap tugas akhir hingga mendapat kelulusan, momen mencoba mengikuti seleksi beasiswa, hingga momen job pertama, semua luput dari tulisan.


Through this very-first-post in 2018, aku mungkin hanya ingin memberi pengantar sebagai tanda kembalinya aktivitas menulis setelah muncul motivasi dari dalam diri untuk terus berlatih menulis, dorongan dari beberapa teman, dan keluangan waktu yang amat sangat luang dalam beberapa jenak (karena masa menunggu, hehe). 

Semakin kesini, aku semakin sadar bahwa pelajaran itu bisa didapat darimana saja, bisa dibagikan kepada siapa saja yang sudi, dan tentang apa saja. Oleh karena itu, randomness akan menjadi ciri khas dari blog ini karena apapun yang ingin aku ceritakan, tidak peduli apa temanya, akan kubagikan disini. 

Sembari terus belajar menulis, harapannya tulisan yang akan sangat random ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi pengingat bagi diri sendiri. Bukan tidak mungkin, momen-momen yang sempat terlewat akan kembali kutulis dan kubagikan di halaman-halaman ini. 

Sekali lagi, semoga bermanfaat yaaa...


Bandung, 15 Januari 2018
Tertanda, orang yang mendapat inspirasi di kamar tumpangan (di rumah orang)