Selasa, 26 Juni 2012

Surat Terakhir....


Surat Terakhir Papa…
17 Maret 2012, pukul 06.00, kami siswa/I kelas XII Man Insan Cendekia Gorontalo sudah berkumpul di ruang Auditorium. kami tak tahu pasti apa yang akan kami lakukan disana. hanya bias menduga-duga. mungkin hari itu aka nada pencabutan nomor urut untuk praktik Bahasa Indonesia. entahlah, hanya itu yang bias kami terka.

Terkaan kami tidak salah, hari itu majelis kami berhubungan dengan praktik Bahasa Indonesia, hanya saja ada agenda yang dirancang oleh Guru Bahasa Indonesia kami, Ibu Dewi Budi Purwati, atau Budhe, yang tidak kami ketahui sebelumnya. Hari itu,  beliau menyajikan tayangan-tayangan renungan tentang orangtua. Isak tangis terdengar saat muhasabah itu berlangsung. Setelah dirasa cukup untuk perenungan, kami diminta untuk menuliskan kata hati dan permohonan restu untuk dikirim kepada orangtua kami di rumah. Dan inilah kali pertama aku menulis surat untuk orangtuaku. Saat itu, Budhe mengingatkan untuk menulis sesuai dengan kata hati, selagi masih bisa dibaca oleh orangtua. Tidak ada yang menjamin, setelah ini orangtua masih bisa membaca tulisan kami atau tidak. Hari itu, aku tidak peduli lagi, aku akan ditertawakan atau tidak. Aku terus menulis sesuai apa yang kupikirkan. Di akhir tulisan, kami diminta untuk menuliskan sesuatu yang intinya meminta orangtua membalas surat kami.

Surat kami pun dikirimkan, ada surat yang sudah terbalas tiga hari setelah pengiriman. Sedangkan suratku, baru sampai di rumah minggu berikutnya. Telepon dan kunjungan Mama dan Papa sudah mendahului sampainya suratku di tangan mereka. sudah ku wanti-wanti, tulisanku jangan ditertawakan, atau mohon dimaklumi karena saat menulis itu, aku sedang emosi.

Sekitar seminggu dari sampainya surat itu di rumah, atau kira-kira dua minggu setelah surat itu ditulis, aku menerima paket yang didalamnya juga ada surat balasan dari Papa dan Mama. Surat mereka dipisah dalam dua lembar. Menurut cerita Mama, Papa dan Mama masing-masing menulis surat itu seusai sholat shubuh 1 April 2012. Ternyata ini surat terakhir Papa, yang menuju kehidupan selanjutnya sembilan belas hari setelah menulis surat itu, 20 April 2012. Beberapa hari setelah menerima surat-surat itu, aku menyalinnya di binderku, agar aku bisa membawanya kemana-mana. Dan inilah, surat yang membuat aku meneteskan airmata saat membacanya, tapi tak pernah berpikir bahwa ini surat terakhir dari beliau.

Bungsu yang manja!
Papa sudah membaca Indri pe surat serta memahami isinya, apa yang Indri ungkapkan sudah merupakan apresiasi dari kepribadian yang tulus dan sadar dari seorang anak yang semakin dewasa.
Soal keberadaan Indri yang merasa belum bisa berbuat apa-apa dalam kehidupan, untuk Mama dan Papa dengan segala keterbatasan untuk membahagiakan anak-anak dan terlalu berambisi menginginkan semuanya boleh berhasil tidak menghendaki imbalan apapun, selain daripada semuanya menjadi anak yang abik, sholeh dan sholehah, dan boleh diterima oleh sesama dan dapat menjaga diri dan martabat sebagai seorang muslimah.
Papa lupa pegang di idong pa Bungsu
Tekunlah belajar untuk menggapai cita-cita luhur.
“Student today leader tomorrow”
Hormatilah gurumu, kasihi sesama teman
Selamat mengikuti Ujian Nasional. Insya Allah dapat memperoleh nilai sempurna. Amien
N/B : Ingat kesusahan waktu Indri menyelesaikan studi di SMP N Kotamobagu, begitu menderita, tapi akhirnya bisa lulus dan selanjutnya berhasil masuk IC

Bintauna, 1 April 2012
Peluk cium Papa dan Mama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar